MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
1. Teori Belajar
Alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar:
Teori
belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan
kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, meng¬gunakan
prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya
sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah:
(Mahfud, 1991: 10)
· Untuk membantu para guru, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.
· Agar para guru memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid bisa bertambah baik dalam cara belajamya.
· Agar
para guru dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan
efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam
proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan
yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik.
Seorang
guru dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang
kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih
cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar,
sesuai dengan materi yang akan disampaiakan. Kesemuanya itu hanya akan
diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.
Macam-macam teori belajar:
a. Teori Belajar Menurut Thorndike (Teori Koneksionisme)
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi
tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan
respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error
learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan
oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme
atau teori asosiasi.
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1) Hukum
Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
Prinsip
pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak.
Masalah-masalah yang terjadi dalam hukum Law of Readiness:
a) Masalah
pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan
orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan
melakukan tindakan lain.
b) Masalah
kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya,
maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan
lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
c) Masalah
ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2) Hukum
Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip
law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena
latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran
akan semakin dikuasai.
3) Hukum
akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum
ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
b. Teori Belajar Menurut Skinner
B.F.
Skinner dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model
instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan
positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat
berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner
mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus
respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau
penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
5) Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
7) Dalam pembelajaran digunakan shaping.
c. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu
1) Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan
fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap
artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan
sendiri dengan berbagai cara.
2) Fase Stage of Acquition,
pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang
belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang
diterima dengan pengetahuan sebelumnya.
3) Fase storage /retensi adalah
fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka
pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi
dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4) Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (6) fase generalisasi
adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih
meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu
dengan informasi baru tersebut. (7) Fase penampilan adalah
fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak
setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam
bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (8) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
d. Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan
kepada dirinya.
Agar
pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam
mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka
materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap
perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model
ikonik dan model tahap simbolik.
1) Model Tahap Enaktif
Dalam
tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap
ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan
situasi yang nyata.
2) Model Tahap Ikonik
Tahap
ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan
visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam
tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik
ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak
(abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik
simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat),
lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
e. Teori belajar Menurut Piaget
Dalam
pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia
individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia
kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian
pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam
pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi
ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage),
yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama
piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang
besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik.
2) Tahap praoperasional (preoperational stage),
yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget,
pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan
intuitif.
3) Tahap operasional konkrit (concrete operational stage),
yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga
piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan
pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam
cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
4) Tahap operasional formal (formal operational stage),
yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan
terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih
logis.
Perlu
diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap
berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak
bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena
tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan
.
f. Teori Belajar Menurut Ausubel
Ausubel
(dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna
(meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga
peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)
Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua jenis belajar:
1) Belajar bermakna (meaningful learning)
Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang
belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan
fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya.
2) Belajar menghafal (rote learning)
Bila
konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi
baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini
perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan
yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu
sebelumnya.
Menurut
Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu
disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya
dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba
menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur
kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika
siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur
kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Langkah – langkah belajar bermakna Ausubel adalah :
1) Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
2) Diferensiasi Progregsif
Dalam
pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu
kemudian baru lebih mendetail.
2. Model-model Pembelajaran Inovatif
a. Model Pembelajaran Kontekstual
CTL
sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas –asas ini
yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan CTL. Ketujuh asas tersebut antara lain:
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
2) Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
3) Bertanya
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4) Masyarakat belajar
Dalam
CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari
kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya.
5) Pemodelan
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6) Refleksi
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
7) Penilaian nyata
Penilaian
nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan
siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak.apakah pengetahuan belajar siswa
mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual
maupun mental siswa.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif adalah
strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan
siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai
aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu
subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga
menciptakan suasana prestasi bersama-sama.
Pembelajaran
kooperatif di desain sebagai pola pembelajaran yang dibangun oleh lima
elemen penting sebagai prasyarat, sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan secara positif (Positive Interdependence). Bahwasanya setiap anggota tim saling membutuhkan untuk sukses.
2) Interaksi langsung (Face-to-Face Interaction).
Memberikan kesempatan kepada siswa secara individual untuk saling
membantu dalam memecahkan masalah, memberikan umpan balik yang
diperlukan antar anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa
hormat, perhatian, dan dorongan di antara individu-individu sehinga
mereka termotivasi untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
3) Tanggung jawab individu dan kelompok (Individual & Group Accountability). Bahwasanya tujuan belajar bersama adalah untuk menguatkan kemampuan akademis siswa, sehingga kontribusi siswa harus adil.
4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Interpersonal & small-Group Skills). Asumsi
bahwa siswa akan secara aktif mendengarkan, menjadi hormat dan
perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat dipercaya tidak
selalu benar.. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan,
pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, keterampilan
manajemen konflik.
5) Proses kerja kelompok (group processing).
Proses kerja kelompok memberikan umpan balik kepada anggota kelompok
tentang partisipasi mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan
keterampilan pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk
mempertahankan hubungan kerja yang baik antara anggota, dan menyediakan
sarana untuk merayakan keberhasilan kelompok.
Metode dalam pembelajaran kooperatif:
1) Metode Student Achievement Divisions (STAD)
2) Metode Jigsaw
3) Metode Group Investigation (GI)
4) Metode Struktural
c. Metode Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran
kuantum bermakna interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi
cahaya karena semua energi adalah kehidupan dan dalam proses
pembelajarannya mengandung keberagaman dan interdeterminisme.
Secara umum, Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Berpangkal pada psikologi kognitif.
2) Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian.
3) Bersifat
konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan
mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan
lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
4) Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna.
5) Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
6) Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
7) Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran.
8) Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
9) Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10) Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar.
11) Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaks.
12) Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses
Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran Quantum adalah:
1) Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).
2) Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Segalanya dari lingkungan.
b) Segalanya bertujuan.
c) Pengalaman mendahului pemberian nama.
d) Akuilah setiap usaha.
3) Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada delapan kunci keunggulan dalam pembelajaran kuantum yaitu:
a) terapkan hidup dalam integritas, sehingga akan meningkatkan motivasi belajar.
b) akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan
c) berbicaralah dengan niat baik
d) tegaslah komitmen.
e) jadilah
pemilik, mengandung arti bahwa siswa dan guru memiliki rasa tanggung
jawab sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
f) tetaplah lentur.
g) Pertahankan keseimbangan
d. Model Pembelajaran Terpadu
Prinsip-prinsip pembelajaran terpadu antara lain:
1) Prinsip penggalian tema
a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi.
b) Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak
d) Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak
e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar
f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat
g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip pelaksanaan terpadu:
a) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar
b) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna kelompok
c) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.
3) Prinsip evaluatif adalah :
a) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya
b) guru
perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah
disepakati dalam kontrak.
3) Prinsip
reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku
secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran.
Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event“ yang
tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan
bermakna.
e. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru. Metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi
belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional.
Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan
pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta
didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya
perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.
Dengan
menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif
dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling
penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara
sendiri (Hamizer, dkk, 2003).
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
1) Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2) Masalah
yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan
dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3) Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
4) Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5) Siswa aktif dengan proses bersama.
6) Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7) Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8) Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9) Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/10/teori-belajar-dan-model-pembelajaran.html
Di pos kan oleh Sidiq Yamin, Isop Sofiah, Siti Mariam, Susi Masyanti, Dede Aisyah